Entri Populer

Sabtu, 06 November 2010

POTENSI SEKTOR PARIWISATA KABUPATEN ENREKANG

Pemerintah Kabupaten Enrekang akan meningkatkan serta memperbaiki berbagai fasilitas yang sudah dimiliki, demi menunjukkan ke dunia luar kalau Kab. Enrekang tidak kalah dengan Kab. Tana Toraja. Apalagi Kab. Enrekang adalah jalur akses ke Tanah Toraja. Hal ini memberikan peluang kepada Kabupaten Enrekang untuk menarik wisatawan untuk singgah menikmati kekayaan alam yang dimiliki. Kalau di Tana Toraja ada permandian yang sudah terkenal ke dunia internasional, di Kota Massenrempulu juga terdapat berbagai permandian serta obyek wisata lainnya seperti :

- Permandian Alam Lewaja
Permandian Alam Lewaja mempunyai jarak 6 km dari Ibu kota Enrekang. Arah timur dapat ditempuh dalam waktu 15 menit. Disamping dapat menikmati kolam renang lewaja, kita dapat juga menikmati keindahan alam lewaja, dengan air yang jernih dan sejuk.

- Villa Bampapuang
Villa tersebut sangat strategis karena lokasinya berada pada jalur menuju daerah wisata Tana Toraja yaitu 18 km arah utara Kab. Enrekang dan berada pada ketinggian 800 m diatas permukaan air laut. Di Villa ini wisatawan sering mengambil gambar keindahan Gunung Buttu Kabobong yang biasa di kenal dengan sebutan "Gunung Nona".

- Buttu Kabobong
Buttu Kabobong berada diwilayah di Desa Bambapuang kecamatan Anggeraja dengan menempuh jarak 18 km dari kota Enrekang dari arah utara menuju Tana Toraja atau sekitar 800 m dari permukaan air laut dan dapat ditempuh 20 menit perjalanan.

- SITUS TONTONAN

Situs Tontonan yang dulu di kenal dengan serambi mayat merupakan situs peninggalan prasejarah dimana terdapat mandu atau erong sebagai wadah kubur pada zaman sebelum masuknya Islam Situs terletak di Tontonan Kel.Tanete Kec.Anggeraja 27 Km dari Kabupaten Enrekang .Kawasan Ini juga menjadi pusat kegiatan panjat tebing yang dilengkapi sarana Outbond lainnya

- LO'KO BUBAU

Kabupaten Enrekang terkenal dengan sebutan Negeri Seribu Gua.Lo'ko Bubau merupakan salah satu goa yang sangat menajubkan gengan stalaktit dan Stalakmit yang sunguh mempesona.gua ini terletak di desa Kandinge Kec.Baraka,53 Km dari kota Enrekang

- Gunung LATIMOJONG

Gunung Latimojong adalah gunung tertinggi di Sulawesi Selatan dengan tinggi 3478 mdpl,yang sudah sering menjadi ajang pendakian bagi pencinta alam,berada di desa karangan Desa Latimojong Kec.Baraka sekitar 70 Km dari Kota Enrekang

- Bunker Jepang

Bunker Jepang ( Nippon ) adalah benteng pertahanan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk menghadapi tentara sekutu dan tentara perjuangan indonesia yang banyak di temukan di sekitar Gunung Bambapuang 16 Km dari Kota Enrekang

- Batu Kodok

Terletak sekitar situs Tontonan di kelurahan Tanete dan tidak jauh dari situs tontonan,batu ini terletak di tengah sungai serta batu ini terbentuk secara alamiah sehinggah dapat menyeruapai kodok

- Situs Batu Tondon

Situs Batu Tondon terletak di tondon Desa Tongkonan Kecamatan Enrekang sekitar 20 Km dari kota Enrekang terdapat hamparan baru gamping seluas 300 m dimana terdapat goresan berbagaia bentuk,batu berlubang yang berjumlah 56 buah yang diyakini merupakan peninggalan masa prasejarah di atas hamparan batu itu terdapat mesjid tua yang berumur ratusan tahun .

- Sapo Kaluppini ( Rumah Kaluppini )

Rumah Adat di desa Kaluppini kecamatan Enrekang di gunakan sebagai tempat pelaksanaan adat Maccerang Manurung yang diadakan sekali dalam 8 ( Delapan ) Tahun.

- Maccerang Manurung Palipada

Pesta Adat Maccerang Manurung Palipada diadakan sekali dalam 8 Tahun di Desa Kaluppini Kec.Enrekang , 9 Km dari Kota Enrekang

- Bola Battoa ( Rumah Besar )

Rumah adat di Lembong desa Rangga Kec.Enrekang rumah ini berusia kurang lebih 200 tahun dan dalam keadaan terawat dan terpelihara secara turun temurun

- Lo'ko Malilin ( Goa Malilin )

Terletak di Desa Pana Kec.Alla sekitar 42 Km dari ibukota kabupaten Enrekang

- Lo'ko Tappaan ( Goa Tappaan )

Terletak di desa Limbuang Kec.Maiwa sekitar 50 Km dari kota Enrekang di dalam lo'ko ( goa ) tappaan terdapat kolam kecil dan air terjun setinggi 7 ( tujuh ) meter.

- Lo'ko Palakka ( Goa Palakka )

Lo'ko Palakka terletak di Labatu Desa Palakka Kecamatan Maiwa sekitar 7 ( tujuh ) dari kecamatan Maiwa

- Situs Benteng Alla

di situs ini kuburan kuno yang masih mengunakan Erong sebagai wadah Kuburan dah ruangan gua yang memiliki celah sehinggah dapat mengawasi keadaan Luar pada saat terjadi peperangan

- Kebun Raya Enrekang

Kebun Raya Enrekang terletak di Desa Batumila Kec.Maiwa sekitar 22 Km dari kota Enrekang dengan Luas sekitar 300 HA.Kebun Raya Enrekang salah satu kebun raya terbaik di antara 7 ( tujuh ) kebun raya di Indonesia.Kebun ini berkosentrasi di bidang tropika ( wilayah Wallceae ), Pendidikan, Linkungan dan Pariwisata.

- Air Terjun Lambai

Terletak di Batuapi Desa Mangkawani Kec.Maiwa sekitar 40 Km dari Kota Enrekang

- Desa Bone - Bone ( Kampung Bebas Asap Rokok )

Desa ini terkenal sebagai kawasan percontohan untuk daerah desa bebas dari asap rokok yang sudah terkenal baik dalam negeri maupun mancanegara.Desa ini terletak di Kec.Baraka yang berjarak 5 Km dari kecamatan dan berjarak 50 Km dari kabupaten Enrekang


FASILITAS PARAWISATA DI ENREKANG

HAJI LA TINRO LA TUNRUNG

Hotels, Restaurants, and Travel Agents

VILLA BAMBAPUANG
JL. Poros Enrekang - Toraja Km. 252 Makassar
HP. 081 355 509 702 (MUNIRA) 081 144 8497 (SRI)

HOTEL RASITA
JL. Arif Rahman Hakim No. 8 Enrekang Phone (0420) 21097

HOTEL BUMI RAYA
JL. Pancaitana Bungawalie No. 2 Enrekang Phone (0420) 21076

LOSMEN SANUR
JL. Kemakmuran No. 45 Enrekang Phone (0420) 21422

HOTEL RAHMAT
Jl. DR. Ratulangi No. 2 Enrekang Phone (0420) 21063

NIKITASUKA
JL. Jend. Sudirman Massemba HP. 081 342 399 322 (ADY)

RUMAH MAKAN 99
Jl. DR. Ratulangi Enrekang Phone (0420) 21305

RESTORAN KIKY
Jl. Indo Rangan Enrekang phone (0420) 21519

PT. Mattappa Travel Agent
Jl. Siliwangi No. 2 Enrekang Phone (0420) 21089

SALIM Tours & Travel
Jl. Arief Rahman Hakim No. 20 Enrekang HP. Agus 081342921167

ENREKANG RAIH DUA OTONOMI AWARD 2010

Kabupaten Enrekang berhasil menyabet dua penghargaan award pada pelaksanaan Otonomi Award kabupaten/kota se-Sulsel tahun 2010, yang dilaksanakan oleh PT. Media Fajar. Pengumuman nominasi otonomi award tersebut dilaksanakan Selasa (1/6) malam, di hotel Sahid Makassar. Para Bupati dan Walikota se-Sulawesi Selatan hadir pada acara tersebut.

Dua penghargaan yang diraih itu diperoleh dari Kategori Unik, yaitu Daerah Menonjol dalam Mempromosikan Perilaku sehat Tanpa Rokok dan kategori Daerah dengan Terobosan Paling Menonjol Bidang Lingkungan Hidup.

Untuk kategori pertama, Kabupaten Enrekang mengirimkan sampel Desa Bone-Bone sebagai nominasi. Desa Bone-Bone yang terletak di Kecamatan Baraka, merupakan desa bebas rokok. Tak satupun warga di desa tersebut yang merokok di dalam desanya. Bahkan, jika ada tamu atau pendatang, tidak diperkenankan mengisap sebatang rokokpun. Desa Bone-Bone sendiri adalah desa percontohan nasional.

Sementara untuk kategori kedua, Kabupaten Enrekang mengirimkan sampel PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mydro-Hydro) sebagai nominasi. Dalam dua tahun terakhir, PLTMH yang dibangun di Enrekang sudah mencapai 12 pembangkit listrik yang tersebar di 12 kecamatan. Hasilnya, wargapun sudah menikmatinya. Bahkan, disaat terjadi pemadaman bergilir, warga di pelosok tetap menikmati listrik.

Pada kategori ini, Kabupaten Enrekang berhasil menyisihkan nominasi dari daerah lain, seperti kota Parepare.

Hasil ini-pun disambut suka cita rombongan Kabupaten Enrekang pada malam itu, yang dipimpin langsung Bupati Enrekang, Haji La Tinro La Tunrung. “Kita sangat bersyukur mampu meraih dua award sekaligus. Daerah lain hanya mampu meraih satu award saja. Bahkan, ada yang sama sekali tidak dapat,” jelas Bupati Enrekang melalui Kabag Humas, Abd. Gani.

Dibanding daerah lain, Kabupaten Enrekang memang lebih beruntung. Satu-satunya kabupaten/kota yang meraih dua penghargaan sekaligus untuk kategori award.

Jumat, 05 November 2010

Enrekang Menuju Kawasan Tanpa Rokok


Sama sekali bukan karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah me-warning penduduk dunia akan bahayanya merokok dan menyuluhkan meningkatnya angka kematian akibat tidak langsung dari merokok yang sejak tahun 2004 sudah mencapai angka kematian 5 juta per tahun.


Namun, bagi Bupati La Tinro La Tunrung sudah mantap programnya untuk menjadikan Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, sebagai kawasan tanpa rokok (KTR) yang hendak dicapai dalam tahun 2013.

Tekad mantan Manajer Kesebelasan PSM Makassar tahun 1998 tersebut bukanlah suatu isapan jempol. Sebab, sejak tahun 2001 sudah ada satu desa di Enrekang yang sukses menjadi KTR. Itulah Desa Bonebone di Kecamatan Baraka.

Desa ini sesungguhnya sudah layak masuk MURI, bahkan patut masuk Museum Rekor Dunia. Betapa tidak, mungkin inilah desa pertama di dunia yang menyatakan diri sebagai kawasan bebas rokok. Padahal, desa yang terletak di lereng Gunung Latimojong di ketinggian 1.300 meter-1.500 meter dari permukaan laut tersebut tentulah daerah dingin. Biasanya orang merokok untuk mengatasi udara dingin itu.

Bonebone terletak sekitar 50 km ke timur dari Kota Enrekang, dengan kondisi prasarana jalan dan jembatan yang sangat parah. Sementara Enrekang terletak 225 km sebelah utara Kota Makassar.

Menurut Muhamad Idris (44), Kepala Desa Bonebone, larangan merokok itu adalah kesepakatan warga desa. "Ketika ide itu terlontar dalam rembuk desa sembilan tahun lalu, nyaris tidak ada penentang. Ada beberapa pemuda yang mulanya menolak.

"Setelah kita berdialog positif-negatifnya merokok, anak muda itu mengalah sehingga ketika saya ketuk palu, 100 persen sudah sepakat. Para perokok pun bersedia menaati kesepakatan, termasuk saya sendiri. Wah, saya merokok sejak usia SD dan mulai berhenti merokok sejak rembuk desa tersebut," kata Idris. Rupanya memang kepala desa ini yang mulai dari dirinya sendiri memelopori berhenti merokok.

Seorang pemuka desa, Burhan Paga (53), menimpali, "Kala itu, anak saya yang masih kelas 1 SD mencuri uang ibunya untuk membeli rokok."

Sementara tokoh masyarakat lainnya, Firdaus (51), mengisahkan, "Belasan tahun lampau, murid laki-laki banyak yang bodoh di kelas dan tidak ada yang mendapat ranking. Tapi, kini prestasi dan prestise telah kembali direbut kaum Adam sehingga anak laki-laki dari Bonebone sudah mampu bersaing dengan anak wanita di desanya, bahkan juga antar desa se-Kabupaten Enrekang."

Orang luar yang masuk desa tidak boleh mengepulkan asap rokok di Bonebone. "Menteri Kesehatan dan Bupati Enrekang ketika masuk desa ini menghormati aturan desa dan mereka tidak merokok." kata Idris.

Ia menambahkan bahwa Kompas pernah selama lima tahun membiayai kebutuhan rokoknya. "Sori pak wartawan. Saya pernah menjadi pengantar koran, loper harian Kompas di Makassar tahun 1985 sampai 1990. Kompas pula yang membiayai studi saya sampai selesai di Fakultas Ushuluddin IAIN Alauddin (sekarang Universitas Islam Negeri) Makassar Jurusan Dakwah," ungkap Pak Kades.

Unik

Ada lagi keunikan Bonebone, desa yang berpenduduk tidak sampai 1.000 jiwa. Lima tahun lalu tatkala seantero dunia dikejutkan dengan penyebaran virus flu burung, desa tersebut menolak masuk ayam ras atau telurnya ke dalam desa. "Tidak ada warga desa yang menjual rokok dan tiada pula yang beternak ayam ras," simpul Idris.

Selain sukses meredam masuknya virus jahanam itu masuk Bonebone, warga desa juga mendapat manfaat lain. "Ayam kampung atau ayam lokal berkembang dengan baik sehingga surplus untuk dijual ke pasar di kota. Kami juga merasa penduduk desa tambah sehat. Nyaris tiada lagi warga yang sakit ngilu di tulang (mungkin maksudnya asam urat atau rematik). Peternakan apa saja memang sulit berkembang di sini karena 100 persen penduduk desa bermata pencarian pokok berkebun, terutama kopi jenis arabika," kata Firdaus, yang siang itu baru pulang dari kebun bersama Burhan.

Masih ada keunikan lain dari desa yang luasnya 20 km persegi tersebut, "Di sini, setiap pasang manusia yang hendak menikah harus menanam pohon minimal lima batang. Tujuannya tentu saja untuk pelestarian alam dan lingkungan hidup. Kami hidup dari alam dan untuk itu kami juga harus memelihara alam itu," kata Idris.

Burhan menambahkan, "Di Bonebone juga sudah lama berlaku aturan bahwa hanya pasangan manusia yang tahu ngaji yang berhak dinikahkan. La Tinro La Tunrung sudah menerapkan hal itu di seluruh Enrekang setelah dilantik menjadi bupati, enam tahun lalu. Tetapi, kami sudah lama melaksanakan yang demikian."

Last but not least , dalam Kontes Aroma Kopi Nasional Tahun 2008 di Jember, Jatim, Bonebone keluar sebagai juara pertama.

"Impossible Mission"?

Keberadaan Desa Bonebone sebenarnya telah menjadi perhatian internasional, termasuk WHO. Cuma belum ada media yang pernah menayangkan profil desa ini. "Ya, tentu takut kehilangan iklan rokok," komentar Bupati La Tinro.

Program KTR berbeda dengan Program Kesehatan Gratis (PKG) yang dikembangkan Pemprov Sulsel. PKG bersifat kuratif, yaitu mengobati/menyembuhkan. Sementara KTR bersifat preventif, mencegah timbulnya penyakit yang diakibatkan oleh rokok. Nah, ilham dari Bonebone inilah yang menginspirasi Bupati La Tinro untuk menjadikan seluruh Enrekang sebagai KTR.

Dalam tahun 2009 Pemkab Enrekang menerapkan program replikasi (peniruan) secara bertahap pada desa-desa dan kelurahan di Enrekang. Bupati juga melaksanakan program diseminasi (penyebaran) pada kantor-kantor dan instansi pemerintahan lainnya. Bahkan, program diseminasi ini dengan menumpangi Gerakan Hidup Bersih dan Sehat sudah merambah rumah-rumah tangga penduduk.

Bupati bertekad, dalam tahun 2011 KTR akan diterapkan pada satu kecamatan (kemungkinan Baraka), lalu pada tahun 2012 pada enam kecamatan. Pada tahun 2013 semua kecamatan di Enrekang (12) akan mengimplementasikan KTR.

Bupati La Tinro sudah pernah mempresentasikan Desa Bonebone dengan program KTR-nya atas undangan WHO. Demikian pula WHO sudah pernah mengirim tim peninjau ke Enrekang, khususnya ke Bonebone.

Banyak yang berpendapat program KTR untuk satu kabupaten adalah suatu impossible mission. Bagaimana bisa possible bila pendatang juga dilarang merokok?

Mungkin La Tinro berhasil menerapkan hal tersebut pada tahun 2013. Tetapi, itu hanya satu hari saja! Sebab, dalam tahun itu juga ia harus turun takhta setelah memerintah selama 10 tahun.

Rabu, 03 November 2010

SEJARAH ASAL MULA DURI

             Suatu legenda yang mengisahkan terbentuknya nama suatu daerah yang ada di hamparan bumi ini. Legenda yang dimaksud adalah suatu bangsa yang memiliki cerita atau memiliki data tertulis (Lontara istilah Bugis Makassar) atau hanya sekedar cerita turun temurun. Di Enrekangpun memiliki beberapa cerita dan kisah terbentuknya suatu wilayah yang memiliki  nama yang diambil dari kisah nyata peradaban manusia pada zamannya. Selumbung pakelalono atau dikenal dengan nama Nenek Matindo Dama yaitu sosok manusia pertama yang dipercaya untuk memandu setiap kegiatan kemasyarakatan di Wilayah Utara Timur Laut Enrekang. Daerah ini dikenal sebagai daerah pegunungan dengan persebaran penduduk yang belum mengenal peradaban sosial yang merata. Nenek Matindo Dama atau pemimpin pertama di wilayah kerajaan yang berpusat di Buntu lalono meliputi daerah kekuasaan yang sangat luas dengan batas pegunungan yang mengelilinginya mulai dari Uluwai, marena, Benteng Alla, Latimojong, Lakawan sampai perbatasan Bungin dan Baraka, karena tempatnya yang cukup strategis di daerah ketinggian, Buntu Lalono dipilih sebagai tempat bermukim pertama Nenek Matindo Dama atau dikenal sebagai Selumbung Lalono.
            Penghidupan mereka dan keturunanya hanya tergantung pada alam, maksudnya hanya memakan buah-buahan dan umbi-umbian yang tumbuh dengan sendirinya, berburu binatang juga hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhannya. Pada saat itu dengan menggunakan alat erburu atau peraatan pusaka andalannya yang dimaksud terbagi atas 3 jenis yaitu Penai (berbentuk pedang), Gajang (berbentuk keris) dan Tallu Buntik (sejenis pisau pusaka bercabang tiga). Juga secara darurat biasa dibuat dari bahan kayu yang runcing dan mambu runcing (barorang). Benda pusaka ini melekat setiap hari di tubuh Nenek Matindo Dama dan seekor ajing setianya, pada setiap kali pergi berburu dan kemana saja mengawasi wilayah kekuasaannya. Perjalanannya yang panjang dan sangat melelahkan, menyusuri sungai dari arah Parombeanke hilir, dalam tubuh Nenek Matindo Dama terluka akibat goresan batu cadas di sungai dan akhirnya beristirahat di suatu tempat sekaligus mencari dedaunan dan ramuan lainnya untuk mengobati lukanya tempat mengobati luka si Nenek Matindo Dama dinamakan Rogo (sekarang kampung tersebut diabadikan namanya).
            Lelah dan sakit asih terasa hingga sedikit pasrah dan akhirnya diputuskan hingga kembali ke istananya, kembali ke Buntu Lalono. Darah Nenek Matindo Dama yang menetes ke sungai konon kabarnya menjadi sesuatu yang sering diceritakan berubah menjadi pemangsa sungai yang dikenal dengan sebutan Kamandang dan itu hanya ada di Malua.

LEGENDA BUNTU KABOBONG




            Pada zaman dahulu kala, di kaki Gunung bambapuang terdapat suatu kerajaan tua yang bernama Kerajaan Tindalun. Sementara di dalam kerajaan itu sendiri terdapat sebuah perkampungan kecil yang juga dinamai Tindalun.
            Konon pada suatu ketika, datanglah seorang yang disebut “To mallaorilangi” (orang yang turun dari langit) atau yang dalam istilah lainnya disebut To Manurung, di kampung Tindalun yang terletak di sebelah Selatan  Gunung Bambapuang tersebut. To Manurung itu juga menurut riwayatnya konon datang dari Tangsa, yaitu sebuah daerah dari Tanah Toraja.
            Mulanya, di tangga ada seorang ib muda cantik bernama Masaang yang mempunyai 5 orang anak, entah karena apa, kelima anak Masoang itu terbagi-bagi.
Beberapa hari kemudian, tak jauh dari sebuah perkampungan, pada suatu malam, masyarakat Tindalun melihat ada api yang menyala seolah tak ada padamnya. Kerena didorong rasa keingintahuan, masyarakat lalu mencoba mendekati sumber api tersebut, dan ternyata tak jauh dari situ ada anak laki-laki yang rupawan, ganteng serta kulitnya putih bersih, bahkan menurut penilaian masyarakat Tindalun saat itu, selain ganteng, anak itu juga memiliki ciri sebagai anak to Mallabbi, karena itu si anak yang tidak diketahui asalusulnya lalu diambil dan dibawa ke Kampung Tindalun.
Ketika si anak elaki tersebut menginjak dewasa, ia lalu dikawinkan dengan seorang putri raja Kerajaan Tindalun yang sangat cantik.
Dari perkawinan itu, lahirlah putra mereka yang diberi nama Kalando Palapana. Kalando Palapana inilah yang setelah dewasa kemudian diangkat menjadi raja.
Tindalun merupakan wilayah yang ketika itu amat kaya dengan sumber daya alam, setiap musim panen masyarakat sangat bersuka ria  karena hasil pertanian yang selalu melimpah ruah. Tapi kondisi inilah yang membuat mereka jadi lupa diri, suasana hura-hura hampir tak terlewatkan setiap saat dan perilaku masyarakat yang saat itu sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat leluhur, mulai bergeser kehidupan seks bebaspun, kabarnya sempat mewarnai hari-hari mereka dan penyakit masyarakat tersebut bahkan sempat mewabah di kalangan kerabat kerajaan menyusul terlibatnya salah seorang anak raja Tindalun. Dan saat itu juga datang bencana yang memporak-porandakan wilayah Kerajaan Tindalun, mereka yang saat itu gemar melakukan seks di luar nikah semua dikutuk menjadi bukit-bukit. Diantaranya adanya yang menyerupai alat kelamin wanita, gunung yang menghadap ke barat yang terletak di sebelah timur Gunung Bambapuang inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan Buntu Kabobong, terdapat pula gunung yang menjorok ke seberang menghampiri Buntu kabobong. Gunung ini bentuknya menyerupai alat kelamin laki-laki, antara kedua gunung ini dibatasi oleh sebuah anak sungai.
Demikian cerita rakyat mengenai legenda Buntu Kabobong, yang jika ditelaah sesunggunya mempunyai pesan moral agar ummat manusia dimanapun, tidak melakukan hubungan suami istri di luar nikah karena hal ini merupakan perbuatan zina yang sangat terlarang oleh agama dan hukumnya adalah dosa besar.